Ketika seorang (Toeta Tu Kurunae) bertanya di dunia fb, di
suatu grup yang dinamai dengan Menjalin
Ukhuwah, Isma'il Sya'roni Hasibuan coba untuk menanggapi. Percakapan
tersebut sebagaimana berikut*;
Assalamu ‘alaikum,
Kawan-kawan bagaimana caranya agar bisa menjadi orang yang berguna bagi orang lain dan bagaimana agar kita itu tidak mempunyai sifat individual??? Syukran.
Wa’alaikumussalam
warahmatullahi wbarakatuh,
Sekadar
menyampaikan yang pernah saya dengar/baca/pikir/alami/atau lainnya;
“Orang yang paling
mulia adalah orang yang paling berguna”
“Jadilah pelayan bukan yang dilayani”
“Kita memang kecil, tapi jangan pernah mau dianggap kecil”
“Puncak kebahagiaan adalah ketika kita peduli orang lain”
"Siapa yang ingin luas rezeki, maka sambunglah kasih-sayang (shilaturrahìm)”
“Seringlah berkunjung, niscaya kasih sayang (hubb) akan bertambah”
“Sapalah mereka walau hanya dengan satu kata”
“Anda baik pasti
orang pun baik pada Anda”
Isma'il, tapi bagaimana caranya??? Aku orangnya
individual, saat mau mulai pembicaraan aku selalu minder dan takut, aku selalu
ingin sendiri karena menrutku; sendiri tu indah.... Meski kita sakit hati, tapi
kita tidak akan menyakiti bila sendiri. Lebih-lebih bila aku lagi berantem sama
pasangan atau lagi sebal sama kawan dan sahabat.
Cara yang pertama adalah
dengan membuang rasa minder dan mengelola rasa takut
tersebut, sehingga bisa menempatkannya pada yang seharusnya. Rasa malu, takut dan marah adalah sifat dan
sikap yang harus diolah oleh setiap orang. Karena bila belum/tidak mampu
mengolahnya, suatu saat nanti atau setelah kejadian berlalu maka
penyesalan/rasa bersalah pun akan menghampiri.
Kemudian diam memang
lebih baik daripada bicara yang tiada mengandung makna dan hikmah. Daripada
menumbuhkan rasa sakit dalam hati, lebih baik meninggalkan pembicaraan
tersebut. Tapi terkadang bila tidak bicara mungkin ada hal yang seharusnya
tidak terjadi akan terjadi. Adalah hikmah di balik ‘pikir dahulu baru bicara’.
Menyendiri juga
kurang/tidak baik bila tiada manfaat. Bergabunglah dengan teman-teman meski itu
hanya sekadar duduk bersama. Katakan/bercerita sekadar untuk mengisi suasana
meski hanya basa-basi (tanpa unsur bohong/dosa) adalah baik. Sosialis atau
tidak, bukan dinilai dari percakapan saja. Sebab, belum tentu orang pendiam itu
tidak sosialis dan sebaliknya, sendiri atau menyendiri pun belum tentu
dikatakan individualis/egois.
Takut menyakiti hati
orang lain adalah rasa yang sangat bagus, dengan rasa itu bisa mengontrol diri,
sikap, tingkah-laku agar tetap terjaga. Namun bukan berarti hal semacam itu
menjadi penghalang untuk menyampaikan sesuatu. Kareana rasa takut, sebagai
bagian dari emosional juga, adalah untuk diolah. Segala sesuatu tergantung pola
pikir setiap orang. Oleh itu mengolah pola pikir itu sangatlah penting. Karena
dengan pola pikir yang baik, seseorang bisa menjadi percaya diri, hebat,
semangat, atau lainnya.
Dengan pola pikir yang
baik juga, kita bisa mengatasi suatu masalah dengan baik. Seperti masalah yang
berhubungan dengan sosial; orang, sahabat, pasangan atau keluarga. Masalah yang
berkaitan dengan sosial, biasanya terjadi karena kesalah-pahaman atau perasaan,
karena setiap pemahaman dan persaan itu pasti berbeda. Meski dalam ucapan ia
sama, tapi yang dipahami dan/atau yang dirasakan itu pasti berbeda, hanya bisa dipahami/dirasakan
yang memiliki tanpa bisa diungkapkan dengan kata yang pasti/tepat. Jadi, kita
bisa mengolah pola pikir dengan menanamkan bahwa setiap kejadian harus
dipelajari terlebih dahulu kemudian mengambil sikap yang tertata dengan baik,
bukan buru-buru. Demikian denagan pemahaman dan perasaan, bahwa setiap
pemahaman dan perasaan itu pasti berbeda serta menjadikan segala sesuatu yang
berkaitan dengan pemahaman dan perasaan itu sebagai hal yang lumrah/pasti
terjadi, terutama terhadap pemahaman dan perasaan yang berbeda. Sehinngga kita
bisa menyiapkan diri untuk itu, walau ketika pada kejadian ada asap iblis yang
merasuk ke dalam jiwa, kita bisa dengan mudah untuk memaklumi dan meminta maaf
dan/atau memaafkan, baik itu pada saat atau setelah kejadian.
“Malu bertanya sesat di
jalan”
“Awalilah menyapa meski
hanya dengan satu kata”
“Mulailah sapaan dengan menanyakan
kabar”
“Cuek is the best”
(lihat SiKon)
“Jangan pernah takut
akan kebenaran yang ingin Anda sampaikan”
“Katakan yang benar
meski itu terasa sulit/pahit”
”Rasa persaudaraan akan
terjalin dengan komunikasi/interaksi yang baik”
“Jadilah orang yang
memiliki jiwa penyabar dan pemaaf”
“Jangan biarkan luka
dalam hati berlarut”
“Segala sesuatu
tergantung pola pikir setiap orang”
“Minta maaf itu lebih baik daripada menunggu
permintaan maaf”
“Saling memaafkan itu
baik untuk kesehatan”
Terkadang kita mengira seseorang itu sombong hanya karena ia diam,
menyendiri, logat berbicaranya, karena wajahnya (yang sudah demikian rupa),
atau karena hal lainnya. Berkaitan dengan hal semacam ini, dalam buku Jawàhir
al-Ahàdìts disebutkan bahwa Allah tidak menilai seseorang dengan
meliht jasad, rupa, bentuk, penampilannya, atau lainnya. Akan tetapi Allah
menilai melalui hatinya.
Dalam al-Qur`an juga diberitahukan bahwa Allah menilai seseorang dari segi usahanya
bukan dari hasilnya dan orang yang paling mulia di sisiNya adalah orang yang
paling taqwa, paling patuh padaNya. Demikian pula ada penjelasan bahwa orang
yang paling baik dalam kehidupan adalah orang yang paling berguna, banyak
memberi manfaat, bukan orang yang paling banyak bicara atau orang pendiam. Bisa
saja orang pendiam dalam lisan adalah orang paling aktif dalam tulisan, mungkin
‘Diamnya adalah Emas’, atau hal-hal lainnya.
Sebab itu, tidaklah patut bagi setiap orang untuk menilai atau membenci
seseorang, terutama itu tanpa alasan dan/atau bukti. Jika ingin membenci, boleh
saja, tapi jangan selalu. ‘Benci yang Kamu benci cukup sekadarnya, karena suatu
saat nanti mungkin ia adalah yang paling Kamu cintai. Sukai yang kamu suka
cukup sekadarnya, karena suatu saat nanti mungkin ia adalah yang Kamu benci’.
Semoga manfaat.
Bàrakalláh lanà wa
‘alainà..
*Tulisan ini sudah melalui proses perbaikan dan tambahan